Minggu, 09 Desember 2012

Indonesia Sekarang Bukan Indonesia yang Dulu

Den Haag - Indonesia sekarang bukan Indonesia yang dulu. Dalam enam bulan terakhir jumlah investor dari berbagai negara yang ingin masuk ke Indonesia terus meningkat.

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Perdagangan RI Dr. Bayu Krisnamurthi sebagai pembicara kunci dalam Indonesia's Infrastructure Forum di Crowne Plaza Hotel, Den Haag (4/12/2012).

Forum hasil kerjasama KBRI Den Haag dengan Netherlands’ Association for the Technological Industry (FME-CWM), Delft University of Technology, dan Indonesia Nederland Society ini dimaksudkan untuk memberi paparan mengenai Indonesia kini, tentang master plan MP3EI dan kebutuhan investasi dan peluangnya bagi investor Belanda.

Hadir sejumlah besar CEO, komisaris dan direktur perusahaan besar Belanda di bidang infrastruktur yakni pelabuhan laut, pelabuhan udara, kereta api, general trading, dan financing.

"Ekonomi Indonesia saat ini sangat stabil untuk jangka panjang dan peringkatnya sedang memasuki status investment grade. Indonesia sedang menjadi lansekap baru di kawasan dan bukan lagi Indonesia satu dua dasawarsa lalu," ujar Wamendag.

Untuk memberi dorongan ekstra bagi para investor Belanda, Wamendag mengingatkan bahwa dalam waktu dua tahun lagi akan terbentuk ASEAN Economic Community (AEC) dengan 700 juta pasar dimana separuhnya adalah Indonesia.

"AEC sudah di hadapan kita. Dan eloknya kawasan ini adalah pertama telah belajar dari kesalahan Anda, Uni Eropa. Kami tidak akan memberlakukan mata uang tunggal," imbuh Wamendag, disambut tawa audiens.

Kedua, lanjut Wamendag, kawasan ini mempunyai Singapura, Jakarta, dan Bangkok. Kota-kota ini telah mampu bersaing dengan kota-kota besar lainnya di dunia, tetapi pada saat bersamaan juga mempunyai teman, sejawat dan saudara di Myanmar, Laos dan Kamboja.

"Jika anda percaya pada last business cycle bahwa sesuatu yang telah lebih dulu bersaing seperti di Singapura, mungkin masih bisa terus berlangsung di tempat lain di kawasan sama. Jadi produk anda masih bisa terus berkelanjutan,” papar Wamendag.

Ditekankan, bahwa keragaman di negara-negara kawasan ASEAN bukan suatu kelemahan. “Saya tidak melihat keragaman kawasan ini sebagai kelemahan, melainkan itu kekuatan yang ditawarkan," tegas Wamendag.

Ketiga, aktivitas pertumbuhan dan investasi Indonesia di luar negeri. Pebisnis Indonesia kini merupakan investor terbesar di Liberia. Mereka juga menginvestasikan dana miliaran USD di Kongo dan Nigeria, serta akan membuka pusat distribusi di Afrika Selatan. Banyak produk Indonesia telah menjelajah ke seluruh dunia.

"Keempat, kami mencatat sekurangnya 53 kota-kota baru di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 7%. Sebagian besar kota-kota ini adalah kota urutan kedua. Bukan Surabaya, tapi Malang, Jember. Bukan Semarang, tapi Purwokerto, Solo. Bukan lagi Medan, tapi Tebing Tinggi, Asahan. Kota-kota itu tumbuh sangat cepat," urai Wamendag, yang menyampaikan pemaparan tanpa paper.

Kelima, pertumbuhan impor Indonesia untuk end-product (produk konsumsi, red), menurun dari sekitar 20% tiga atau lima tahun lalu menjadi kurang dari 1%. Sebaliknya pertumbuhan impor Indonesia untuk intermediate product meningkat sangat signifikan, dari 20% menjadi 60%.

"Ini artinya, Indonesia meningkatkan investasi lebih banyak di pabrik-pabrik yang sebagian bahan bakunya memang masih harus diimpor. Dan ini adalah peluang untuk mengembangkan industri menengah," terang Wamendag.

Dalam peluang bisnis ini satu hal yang pasti menjadi keniscayaan adalah connectivity, logistik, distribusi, menjadi semakin esensial.

“Bidang-bidang ini merupakan permintaan derivatif dalam ekonomi Indonesia. Pertumbuhan menuntut kebutuhan tinggi di bidang infrastruktur dan ini adalah peluang,” pungkas Wamendag. (sumber)
Simpan tulisan atau Kode Script yang sobat kehendaki di sini -> Untuk kolom sebelah kanan